Ketika kebahagian turut dalam deru nafas
kita, harta benda, anak – anak yang bakti, tahta dan kedudukan, siapa
yang tahu menahu bahwa dalam sekejap saja semuanya dapat lenyap tak
terjejak?
Seperti kisah Nabi Ayub AS
yang konon harta bendanya melimpah ruah, gedung – gedung, ladang gandum
hingga peternakan seakan takkan habis dimakan tujuh turunan sekalipun.
Nabi Ayyub As bahkan dikaruniai sebuah ranah keluarga yang damai, anak –
anak yang berbakti hingga istri sholehah yang patuh dan setia
mendampingi. Kebahagiaan melengkapi hidupnya, tangannya tidak kikir
menjajakan banyak hartanya untuk infaq dan sedekah, badan sehatnya untuk
bersujud siang malam, ia sumbangkan senggal nafasnya untuk dzikir komat
– kamit menyeru asma sang kuasa, serta begitu khusyu’ dan larut dalam
setiap peribadatan pada Allah, kekasihnya.
Namun
barangkali memang sudah qodratnya, sifat alamiah yang membelenggu diri
syaithan, begitu tidak suka dan merasa terganggu dengan desas – desus
perbincangan para malaikat di langit ihwal adanya seorang hamba yang
agung menyandang kebahagian duniawi namun tidak abai terhadap mutlaknya
kehidupan ukhrawi, seorang hamba itu bukan lain ialah Nabi Ayyub AS,
hingga para syaithan dan sekutunya dengan bekal otak licik dan kejinya
menyusun siasat untuk menggulingkan posisi Nabi Ayyub AS agar berpaling
dari padangan Allah terkasihnya.
Atas
izin Allah, syaithan dan sekutu menjalankan siasat pertamanya, mereka
memusnahkan semua harta benda Nabi Ayyub AS hingga habis tak tersisa,
dalam sekejab Nabi Ayub AS yang semula kaya raya dan terpandang di
lingkungan tempat tinggalnya jatuh miskin, orang – orang di sekitarnya
mulai abai terhadapnya, meninggalkannya, dan mengucilkannya. Padahal
dahulunya mereka juga makan dari kedermawanan dan kemurahan hati Nabi
Ayyub AS.
Lantas syaithan datang
menyamar sebagai kakek renta, dan menghasut Nabi Ayyub AS ihwal
lenyapnya semua harta bendanya. Namun Nabi Ayyub As kokoh, hasutan
syaithan tak sedikitpun sanggup mendobrak dinding aqidah dan keimanan
yang dimilikinya hingga syaithan dengan gontai dan rasa kecewa segera
angkat kaki dari hadapan Nabi Ayyub AS.
Lagi,
syaithan yang licik tak segera kehabisan akal. Mereka menyusun siasat
keduanya. Syaithan dan sekutu mencelakai putra – putra Nabi Ayyub AS.
Tempat tinggal putra – putra Nabi Ayyub AS digoncang – goncang oleh para
syaithan hingga roboh dan luluh lantah, putra – putra nabi Ayyub AS
seketika musnah di antara reruntuhan yang porak poranda.
Syaithan
menunggu tanggapan Nabi Ayyub AS mengenai musibah yang menimpanya kini,
namun lagi – lagi syaithan dan sekutu harus menanggung malu, karena
keimanan dan ketaqwaan Nabi Ayyub AS tak sedikitpun dapat tergoyahkan.
Nabi Ayyub AS yang sembab menangis tetap berkhusnudzon dan bersujud pada
Allah mengakui keagungan dan kekuasaannya atas musibah berat yang
mencambuk jiwanya.
Di penghujung keputus-asaan, syaithan akhirnya kembali menemukan langkah baru untuk menjebak Ayyub dalam kubangan.
Syaitan
dan sekutu menabur bibit – bibit penyakit pada sekujur tubuh Nabi Ayyub
AS hingga tubuhnya lunglai, ringkih, kurus seperti tulang dibalut
kulit. Kulit Ayyub AS ditumbuhi bintik – bintik luka yang menjijikkan
dan menimbulkan bau menyengat. Hingga membuat orang – orang di
sekitarnya menjauh dan mengasingkan dirinya. Namun dalam kekalutan
akibat penyakit yang menggerogoti sekujur tubuhnya, dari ujung kaki
hingga pangkal ubun – ubun, Nabi Ayyub AS masih tinggal, masih setia,
masih diam di posisinya sebagai seorang hamba yang tegar dan gemar
memuji Tuhannya, meski kini posisinya berada di puncak kefakiran, puncak
kehancuran, dan puncak kerapuhan sekalipun, Nabi Ayyub AS masih kokoh
dan syahdu berdzikir, mengucap syukur pada sang Rahim. Syaithan dan
sekutu benar – benar dilanda putus asa.
Namun
masih ada satu jalan lagi, raga Ayyub yang berada di antara garis hidup
dan mati masih kuat berdiri karena kesetian sang istri yang dengan
penuh kesabaran dan kelembutan merawat dan mendampingi dirinya, hingga
syaithan datang menyamar menemui istri Nabi Ayyub AS yang bernama Rahmah
dan membumbui hatinya dengan benih – benih racun. Hal itu membuat
keyakinan Rahmah akan suaminya sempat tergoncang. Hal ini menyebabkan
Rahmah harus menuai kemarahan dari suaminya, ia bahkan diusir dari
rumah. Nabi Ayyub AS bahkan sampai bersumpah jikalau sembuh ia akan
memukul istrinya seratus kali.
Kini tak
satupun yang tinggal di sisi Nabi Ayyub AS kecuali Rabbnya, putra –
putranya telah mati, harta bendanya tak tersisa, kesehatannya merapuh,
hingga istri yang angkat kaki dari rumahnya. Namun sekali lagi,
dahsyatnya kekuatan iman Nabi Ayyub AS membuatnya tetap kokoh dan
lantang memuji kekuasaan Allah, rentetan nestapa yang meradang
mencekiknya merupakan sebuah ujian dan cobaan, sampai kepada manakah
kekuatan iman dan ketaqwaan dirinya kepada Tuhannya? Syaithan hancur
luar biasa menghadapi keikhlasan hati Nabi Ayyub AS, putus asa.
Tak
ada lagi yang dapat syaithan lakukan karena tak sedikitpun nikmat Allah
SWT yang tersisa dalam diri Nabi Ayyub AS. Hingga nampaklah kemurahan
sang Rabb mendatangkan bantuan bagi Nabi Ayyub AS yang telah berhasil
melalui sejumlah ujian. Kaki Nabi Ayyub AS di perintahkan untuk
menghantam tanah sampai mengeluarkan percik – percik air yang
menyegarkan, dari air ajaib itulah Nabi Ayyub AS akhirnya sembuh dari
penyakitnya, tubuhnya kembali sehat bugar bahkan lebih segar dan tampan
dari sebelumnya. Rahmah sang istri yang rupanya tak enak hati dan
khawatir setelah sekian lama meninggalkan suaminya yang terpuruk
akhirnya kembali untuk menunjukkan kembali kesetiaannya, namun alangkah
terkejutnya ia mendapati Nabi Ayyub AS yang sehat bugar dan tampak lebih
muda dari sebelumnya, sampai hampir ia tak bisa mengenali apakah itu
suaminya atau bukan.
Alangkah gembira
hati Nabi Ayyub AS mendapati kedatangan istrinya kembali, namun dalam
kegembiraan itu masih ada sesuatu yang begitu mengganjal nuraninya,
yaitu ihwal sumpah yang pernah diucapkannya kala sang istri
meninggalkannya pergi. Bagaimanapun Nabi Ayyub AS tidak dapat melanggar
ketentuan Allah SWT oleh karenanya ia harus segera melaksanakan sumpah
itu, namun Nabi Ayyub AS tak sanggup hati berbuat demikian terhadap
istrinya karena bagaimanapun dahulu istrinya sudah cukup menderita
mendampingi masa – masa ke terpurukannya selama tujuh tahun lamanya.
Akhirnya datang wahyu Allah SWT meringankan tanggungan sumpah yang
pernah diajukan Nabi Ayyub AS, Allah menyerukan agar Nabi Ayyub AS hanya
perlu memukul istrinya menggunakan batang lidi yang jumlah nya seratus
batang sebanyak satu kali saja.
Setelah
menjalankan sumpah, Nabi Ayyub AS dan istrinya akhirnya berkumpul
kembali, mereka berjuang bersama membangun kembali semua yang hancur
mulai dari awal. Kemudian mereka juga dikaruniai putra yang bernama
Basyar yang juga turut menjadi hamba terpilih seperti dirinya ia adalah
Nabi Dzulkifli yang juga mewarisi sifat sabar ayahnya.
Begitulah
seharusnya seorang muslim yang sejati, ujian dan cobaan itu pasti dan
sesuatu yang haq menimpa setiap muslim, karena hakikatnya dunia adalah
ranah kefanaan, ranah kenelangsaan dan penuh dengan cambukan yang
menyakitkan. Namun kalau kita kokoh seperti Nabi Ayyub AS, memiliki
kepercayaan yang tegak dan ajeg mengenai adanya sang Tuhan yang Maha
Mengatur semuanya, di atasnya kita malah menjadi tahu dan dapat menuai
ibrah berupa hikmah di baliknya. Seorang muslim yang sadar akan
keberadaan Tuhannya ibaratnya seperti pohon yang berakar kuat, mau
diguncang dan ditiup badai sedahsyat apapun masih tegak berdiri, bahkan
semakin tinggi menjulang seiring jalannya masa kehidupan yang perlahan
di jejakinya dari waktu ke waktu.
Sama
halnya dengan seorang muslim yang memiliki iman dan aqidah yang kuat,
mau ditimpa musibah seberat apapun, mereka ikhlas, mereka tegar, mereka
tetap bersyukur, bahkan masih lantang dan gencar memuji asma Tuhannya
yang Agung.
Comments
Post a Comment