28/Cerita Februari
---Jakarta---
Padat, tidak ada yang berbeda dengan sebelumnya. Seakan telah menjadi ikon yang melekat. Iya, banyak orang berdatangan hanya untuk mengadu nasib dan mengais rejeki disini.
-----------------------------------
Bukan, bukan tentang kota ini yang ingin aku ceritakan. Hanya sepenggalan kalimat yang ingin mulai ku urutkan kembali. Setelah sekian tahun aku fakum dalam dunia ini. Begitu banyak cerita yang tidak bisa aku catat setiap hari. Dan aku tidak ingin kehilangan satu moment pun kali ini.
----------------------
Biasa saja, sih. Tidak ada yang spesial dalam 28/cerita ini. Mungkin akan terlihat monoton. Namun, disini pula tempat ternyaman untuk mengeluarkan opini yang tidak tersampaikan oleh bibir ini. Kami berdua sebut saja (Bara) dan (Sara). Dua orang yang berlagak menjadi penulis handal. Berusaha mencari sesuatu yang tidak pernah dirasakan disetiap hari. Bukan! Bukan tentang Tausiyah, Motivasi, bahkan seperti fenomena hijrah saat ini. Ini hanyalah lelucon untuk sekedar meluapkan perasaan diri. Begitu kiranya.
-----------------
Aku Sara - (1/28)
"Hah, pola pemikiran macam apa ini."
Iya, aku selalu memberontak dan menjadi pihak oposisi dalam opini otak dan hati. Semacam seperti depresi. Entahlah, yang pasti aku juga tidak tau mengapa bisa ini terjadi.
Kadang yang dirasakan selalu saja membuatku tertawa, menangis, dan bahkan tidak bisa keduanya.
"Hahahaha".
Orang beranggapan aku tertawa, dan mereka pasti tidak tau apa yang ku tertawakan. Aku menertawai diriku sendiri. Disaat aku pandangi seluruh sudut dan penjuru pribadi masing-masing orang yang terekam oleh mataku ini.
Pandanganku pun tidak penuh arti. Hanya melihat sekilas, dan berlalu pergi.
Stop thinking and more to do it. Tinggal menikmati saja apa yang aku lakukan.
"Nanti jemput ya, jam setengah 6 sore harus udah disini." (Sent)
Begitulah kiranya pesanku pada seorang teman. Memang aku tidak pandai basa basi terhadap situasi dan kondisi. Bahkan aku sempat memintanya untuk membuatkan cerita tentang apa yang ia rasakan setiap hari.
Dan hari ini, sanggupkah aku bisa merangkai kembali kata-kata menjadi susuan yang rapi?
Aku tidak peduli, aku bukan orang yang bisa peduli. Masa bodoh aku bisa atau tidak. Mulai hari ini aku menulis lagi.
----------------
"Ada saatnya kita tidak terlalu memikirkan apa yang akan terjadi kedepan, yang bisa kita lakukan hanyalah bagaimana hari ini bisa terselesaikan sebaik mungkin. Masalah yang sudah berlalu ya biarkan, masa depan jangan dicemaskan. Terlalu banyak berfikir membuat kita ketinggalan dalam pergerakan."
----------------
Turun menapaki tangga untuk segera membenahi diri. Dan sesampainya di dalam kamar mandi.
"Ceroboh."
Dengan menepuk jidat aku baru menyadari, setelah apa yang aku beli tidak sesuai. Niat hati beli sampo, dan yang dibeli hanya conditioner. Payah, memang payah. Ceroboh sekali aku ini.
Tanpa pikir panjang. Yasudah, aku pakai sisa sampo yang ada aja.
-----------------
"Ceroboh itu sifat manusia yang bisa dimaklumi, tapi kalau di ulangi bukan ceroboh lagi tapi kebiasaan yang tidak bisa ditoleransi."
------------------
Aku Bara - (1/28)
Masih untung kau Sara, kali ini tampak sedikit kacau pemikiranku. Dipandangiku segerombolan manusia tartib, namun diriku masih enggan bergerak masih stag dalam zona nyaman.
"Ah manusia keparat itu hanya cari muka saja."
Aku masih saja menjadi manusia bajingan yang dengan mudahnya berpikir demikian kepada rekan kerja seperjuangan. Padahal diri ini lebih buruk dari itu.
"Sialan, kenapa tidak ada chatt masuk satupun dari dia."
Kalut rasanya, menunggu yang tidak pasti. Kembali pada pemikiran buruk di hati.
"Apakah dia tidak merindukanku?"
Daripada aku menunggu dia, lebih baik aku selesaikan dulu pekerjaanku.
--------------
"Berusaha untuk berfikir positive itu hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang tidak berfikir negatif. Apa yang kita pandang kepada orang lain itu memantul, laksana cermin."


Comments
Post a Comment