Di lingkungan saya banyak anak-anak muda yang
menikah dengan alasan ingin mengikuti Sunnah Rasulullah atau memperbanyak ummat
Rasulullah (dengan anak-anak hasil dari penikahan tersebut).
Mari kita menganalogikan :
Jika seseorang ingin menjalankan sholat sunnah
qobliyah (sholat sunnah yang dikerjakan sebelum sholat Wajib) akan tetapi dia
memiliki qodhoan sholat yang wajib, maka dia wajib melakukan sholat qodhoannya
yang pertama, baru setelah itu melakukan sholat sunnah.
Begitupun dengan menikah, jika seseorang ingin
menikah, maka wajib dulu apa yang menjadi kewajiban, misalkan menuntut ilmu,
ilmu yang diwajibkan ada tiga yaitu tauhid, fiqih dan tasawuf.
Belajar tauhid untuk menyimpan keyakinannya
kepada Allah, belajar ibadah fiqih yang benar, belajar tasawuf agar bisa
mengerti, jika ada keyakinannya tidak mantap, kalau sholatnya tidak benar atau
bahkan sedikit, jika tidak tahu beribadah, maka kewajiban untuk
menjawabnya.
Ilmu terutama untuk pria, di dalam hadist
mengatakan bahwa "tersembelihnya ilmu di antara dua paha perempuan
(penikahan), maka inginnya kesampingkanlah keinginan menikah sebelum ilmu
benar-benar matang.
Sungguh bagi yang menikah karena ingin
memperbanyak ummat Rasulullah, jika anak-anak yang terlahir dari ayah dan ibu
yang ilmunya belum matang tidak membuat anak-anak yang berkualitas, maka itu
hanya akan merusak mutu ummat Rasulullah. Jangan hanya ingin ingin memperbanyak
ummat Rasulullah, tapi juga bisa menambah kualitas ummat.
Dan yang paling sering disebarkan saat ini
orang-orang yang menyematkan pada diri mereka embel-embel HIJRAH akan tetap
selamanya melulu pernikahan. Karena dasar berhijrahnya adalah
"Menyambung diri untuk jodoh yang baik" di dalam Quran surah An-Nur Ayat 26
Allah berfirman ;
"Wanita-wanita yang tidak baik untuk
laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik untuk wanita yang
tidak baik. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk
wanita yang baik".
Bagaimana kalau Allah menjatuhkan hatimu kepada
orang yang tidak baik? Menolaknya kemudian mencari yang lebih baik? Jika kita
mencintainya, itu menunjukkan kita tidak lebih baik dari orang itu, jika jatuh
cinta pada orang yang tidak baik, maka perbaiki dia. Itulah yang disebut jodoh
adalah cerminan diri, bagaimana kita bisa memperbaiki pasangan kita, melengkapi
kekuranganya, menutupi keburukannya, sebab jodoh yang baik itu bukan ditemukan,
tapi dibina dengan cinta.
Seindah apapun laut pasti ada sampahnya, jangan
hanya terpaku pada sampahnya, lautan itu luas, pandangan kita yang sempit.
Jangan sampai terbawa nafsu dalam mencari pasangan, sebab jodoh yang dipilih
berdasarkan nafsu hanya akan melengkapi hidup, tapi tidak mengisi kekosongan
hati, sebab tidak ada kebahagiaan bersama kebahagiaan bersama orang yang
dicintai, orang itu bukan orang baik, tapi cinta kita akan menerimanya dengan
apa adanya dan membantunya untuk menjadi lebih baik.
Jangan terlalu "kegatalan" lebih baik
raih hal-hal yang belum tercapai dalam hidup. Karena ketika menikah artinya
kita menempuh hidup baru, hidup yang hanya memiliki ruang lingkup kecil dan kita
harus berada di sana, karena ketika menikah, apapun yang kita lakukan semuanya
pasti untuk kehidupan pernikahan kita, mungkin kita tidak akan sempat lagi
untuk menikmati hidup sendiri, karena kita memiliki kewajiban-kewajiban yang
harus kita penuhi didalam pernikahan kita. yang namanya kewajiban harus
dipenuhi dan tidak boleh ditinggalkan sehingga kita harus menekan ego kita,
tidak terlalu mendengarkan suara hati, demi menjaga pemikahan itu.
Terlebih
saya harap perempuan-perempuan yang masih muda agar tidak terlalu terbebani
dengan penikahan, menjadi ibu rumah tangga itu baik, tapi menjadi ibu rumah
tangga yang sholehah terlebih modern dengan pengetahuan dan wawasan yang luas,
itu jauh lebih baik, karena ibu "madrasatul ula" sekolah yang pertama
bagi anak-anaknya, maka jadilah sekolah yang melahirkan siswa cemerlang yang
bermanfaat bagi orang banyak dan membawa perubahan dan pembaruan bagi
kehidupan, jangan sekedar menjadi sekolah yang melahirkan siswa yang asal lulus
dan hanya mengandalkan ijazahnya agar bisa bekerja untuk dirinya sendiri.
Memang benar menikah adalah sarana untuk
menyempurnakan agama, tapi hanya secara individu, bukan keseluruhannya.
Pasangan yang tidak memiliki kualitas diri, tidak memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dirinya, akan sangat besar akan merusakkan dalam agama sebagai
pernikahannya. Jika seorang pria atau wanita yang ilmu agamanya belum matang,
atau bahkan kurang, maka bagaimana mereka mendidik anak mereka agar menjadi
orang beragama yang baik dan benar? Mungkin bisa saja dimasukkan ke dalam
sekolah agama, tetapi orang tua yang jauh dari agama tidak dapat menunjang
orang lain, karena orang tuanya tidak dapat memberi contoh yang baik karena
kurangnya ilmu. Menikah bukan hanya menyatukan pasangan suami istri, akan
tetapi juga membina keluarga yang baik, jika keturunan tidak dibina dengan
baik, maka rusaklah generasi penerus agama ini. Agama sempuma bukan karena
pernikahan, tetapi karena ilmu, sebab menikah dalam keadaan kurang ilmu, maka
hanya akan merusak penikahan itu, bahkan mungkin merusak agama itu sendiri.
Comments
Post a Comment